Breaking

Saturday, September 19, 2020

Antara Tugas, Resiko, Upah, dan Kesejahteraan Petugas Pengumpul Sampah di Bandung Raya

Bagi para ibu rumah tangga, pasti sudah akrab dengan Mang Sampah atau Tukang Sampah. Ya, Mang Sampah atau Tukang Sampah adalah sebutan khas Bandung Raya bagi para petugas pengumpul sampah, yang setiap harinya keliling mengitari kompleks perumahan atau pemukiman warga. Kebanyakan memang petugas pengumpulan sampah memang laki-laki. Tugasnya tidak lain dan tidak bukan adalah untuk mengambil dan mengumpulkan sampah yang dihasilkan oleh warga di Bandung Raya menggunakan gerobak atau motor roda tiga.

 

Petugas pengumpul sampah memiliki peran krusial dalam mewujudkan sebuah kota menjadi Zero Waste Cities. Para petugas ini menjadi garda terdepan dalam menangani masalah sampah. Peran ini cukup penting jika kita menginginkan kota yang kita tinggali menjadi kota yang bersih dan nyaman serta asri. Namun, tahukah Anda bahwa tugas yang mulia dan sangat membantu kita ini, memiliki resiko yang cukup berat. 

 

Coba bayangkan jika anda harus menggantikan tugas pengumpul sampah untuk mengambil dan mengumpulkan sampah satu kompleks dengan jumlah KK kurang lebih sebanyak 300 KK! Lalu Anda disuruh untuk memilah dan memungut sampah yang sekiranya masih bisa digunakan atau dimanfaatkan, namun kondisinya sudah tercampur dengan sampah makanan yang sudah membusuk. Pasti jijik dan bau dong ya. Mereka harus terpapar langsung dengan sampah yang kotor dan mau tidak mau harus bertemu dengan makhluk mikro yang bernama kuman, bakteri dan virus. Selain makhluk mikro tadi, ada juga gas beracun yang berpotensi besar dihasilkan oleh campuran antara sampah organik dan anorganik. Ya, gas metana merupakan satu dari sekian banyak gas beracun yang keberadaannya mengancam nyawa manusia.

 

Perlu kita ketahui bersama, resiko yang harus dihadapi oleh petugas pengumpul sampah ternyata masih belum sebanding dengan upah yang diterima. Rendahnya upah yang diterima ditambah belum adanya jaminan kesehatan menjadi salah satu hal yang harus menjadi perhatian kita terutama pemerintah. 

 

Beberapa kasus pernah terjadi di Bandung Raya akibat minimnya kepedulian terhadap kesehatan petugas pengumpul sampah. Pada tahun 2018, ada almarhum Hermawan yang meninggal akibat luka terkena tusukan sate yang dibuang dan bercampur dengan sampah lainnya. Selain itu, ada mang Udin, petugas sampah RW 09 Kelurahan Sukaluyu, Kota Bandung, pernah beberapa kali terluka akibat sampah tusuk sate dan jatuh sakit karena paparan aroma sampah tercampur. Ada juga mang Kosasih, Petugas Pengumpul Sampah RW 07 Kelurahan Padasuka, Kota Cimahi, yang sempat pincang akibat terkena tusuk sate. Dari kasus tersebut, bisa kita ketahui, bahwa perlengkapan yang masih minim seperti sepatu boots dan masker diperlukan oleh petugas pengumpul sampah dalam menghindari resiko yang mereka hadapi. 


Kasman, petugas pengumpul sampah RW 19 Kelurahan Cigugur Tengah Cimahi


“Gerobak yang layak, soalnya sudah agak rusak.” kata Kasman salah satu petugas pengumpul sampah 19 Kelurahan Cigugur Tengah Cimahi yang sempat diwawancarai oleh tim lapangan Zero Waste Cities YPBB. Selain sepatu boots, untuk menghindari resiko tersebut, setidaknya petugas pengumpul sampah membutuhkan peralatan pengumpulan sampah yang layak dan aman untuk digunakan, seperti gerobak yang layak pakai untuk mengangkut sampah, motor roda tiga untuk memudahkan penarikan gerobak, gacok untuk membongkar sampah yang terkumpul, masker untuk menahan udara dan gas beracun supaya tidak terhirup, sarung tangan untuk melindungi kulit supaya tidak terkena kontak dengan kuman, bakteri maupun virus berbahaya dan beberapa peralatan lainnya guna menunjang keamanan dan memudahkan pekerjaan mereka. 

 

Kita perlu mengapresiasi beberapa usaha pemerintah daerah, seperti  program Kang Pisman di Kota Bandung dan Cimahi Barengras di Cimahi. Upaya tersebut dilakukan dalam rangka untuk meminimalisir jumlah sampah yang diangkut ke TPA yang secara langsung hal tersebut juga meminimalisir resiko yang dihadapi petugas pengumpul sampah. Dengan adanya pemilahan dari rumah sebagai salah satu aspek yang ditekankan pada program tersebut, akan turut serta mengurangi dampak yang membahayakan bagi para petugas pengumpul sampah ini. Namun, hal itu masih belum dirasa cukup untuk membantu kesejahteraan para petugas pengumpul sampah. Mereka juga mengakui bahwa mereka ingin adanya pengakuan dan upah yang layak sebagai pekerja formal oleh pemerintah. Peraturan Daerah dan jaminan kesehatan menjadi poin penting lainnya yang dibutuhkan oleh para petugas pengumpul sampah. 

 

Sebagai upaya kepedulian akan kesejahteraan petugas pengumpul sampah, YPBB telah menyelenggarakan pengumpulan donasi yang sampai saat ini sudah berjalan 3 tahap. Sebanyak 228 petugas pengumpul sampah yang berada di 3 wilayah dampingan YPBB, sudah menerima bantuan berupa APD sepatu boots, sabun cuci tangan dan beberapa kebutuhan pokok seperti beras dan minyak goreng. Namun kesejahteraan para petugas pengumpul sampah tidak selamanya bergantung kepada donasi bukan? Mereka butuh kehidupan yang layak dan terjamin supaya bisa mengerjakan tugasnya dengan baik sebagai garda terdepan untuk menangani masalah sampah.